sumber https://farmasetika.com/2020/09/20/sel-punca-sebagai-medicinal-signaling-cell-berpotensi-besar-untuk-terapi-covid-19/
Majalah Farmasetika – Mencari sebuah terapi untuk pasien COVID-19 yang memiliki kronik injuri dengan memodifikasi respon tubuh kita yang tidak bisa memiliki kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri sendiri dan modifikasi respon inilah yang dilakukan oleh secretome, yang menjadi aktor utama dalam pengobatan regenerative pada sel punca Mesenchymal Stem Cell (MSC).
Namun, penggunaan MSC sebagai Mesenchymal Stem Cell tidak lagi tepat dan diambil MSC sebagai kepanjangan dari Medicinal Signaling Cell yang berpotensi untuk digunakan pada terapi untuk pasien COVID-19.
Hal ini disampaikan oleh salah satu narasumber, Dr. apt. Bayu Winata Putera, S.Si., M.Kes., dalam webinar yang diadakan oleh Pusat Studi Pengembangan Sediaan Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran bekerjasama dengan Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI), serta Majalah Farmasetika sebagai media partner dengan tema “Prospek dan Tantangan dalam Terapi Regeneratif” (19/09/2020).
Dalam webinar ini Bayu membawakan subtopik “Peran Mesenchymal Stem Cells dalam inflamasi dan potensinya dalam COVID-19”.
Sejarah COVID-19 dan proses masuknya virus corona
Pada akhir 2019 di China ditemukan peningkatan kasus pneumonia dengan gejala ARDS (Acute respiratory distress syndrome) dan ilmuwan mengidentifikasi kasus tersebut sebagai infeksi Virus Corona-2, dan kemudian menjadi pandemi COVID-19 hingga saat ini dengan kasus yang terkonfirmasi positif yaitu sekitar 236 ribu kasus diindonesia dan 30 juta kasus didunia..
Beberapa gejala klinis yang signifikan pada pasien COVID-19 dijelaskan oleh Bayu sehingga pasien dapat memutuskan kapan waktu yang tepat dapat memeriksa rapid test maupun metode PCR. Hal ini berkaitan dengan waktu dimana ketika virus masuk ada masa window carrier dan proses dimana tubuh akan membentuk sebuah protein khas yang bernama immunoglobulin.
Proses masuknya virus ini dapat melalui pernapasan. Jika berhasil masuk pada saluran nafas virus ini akan menyerang saluran pernafasan karena terdapat sel nasal epithelial secretory dan sel bronchoalveolar type II yang memiliki reseptor ACE2, dimana virus ini memiliki kemampuan berikatan dengan reseptor ACE 2 tersebut dibantu dengan enzim protease TMPRSS2 yang menyebabkan virus ini dapat masuk kedalam sel saluran pernapasan dan dapat melakukan replikasi atau memperbanyak diri didalam tubuh manusia.
Peran MSC dalam terapi COVID-19
Sel yang terinfeksi dengan virus ini akan mengalami kematian sehigga proses inflamasi terjadi. Peristiwa inflamasi ini menyebabkan yang mengaktifkan sitokin-sitokin pro inflamasi dan memungkinkan kondisi pasien mengalami “cytokine storm” yang pada keadaaan normal sitokin ini dapat memabantu perbaikan sel tubuh, tetapi karena virus dapat mereplikasi diri sehingga dapat menyebabkan hiperinflamasi yang menyebabkan terjadinya edema paru, pneumonia dan ARDS.
“Peristiwa ini dapat menyebabkan stress pada saluran nafas yang apabila system immune melemah akam menyebabkan kematian. Maka farmakoterapi pada pasien COVID-19 ini tergantung dari keadaan pasien yang pada intinya adalah peningkatan sistem imun.” Ujar Bayu yang mendapat gelar Master dan Doktor dari Universitas Hasanudin.
“Sejauh ini beberapa pemberian peningkat sistem imun ada yang memberikan dampak signifikan tapi ada juga yang tidak” ujar Bayu.
“Tuhan menciptakan tubuh kita dengan sempurna, saat tubuh kita terluka akan ada sistem saat terluka akan ada proses penyembuhan diri. Inilah yang dinamakan proses regenerasi, dimana salah satunya adalah mekanisme dari Stem Cell.” Jelas lulusan apoteker Universitas Padjadjaran ini.
Menurutnya, sel di dalam tubuh yang belum memiliki spesialisasi sehingga dia akan “homing” (menginduk) pada lokasi jaringan yang mengalami kerusakan untuk kemudian memperbanyak dan meregenerasi sel yang mengalami kerusakan tersebut.
Perkembangan penelitian MSC dari waktu ke waktu dijelaskan pula oleh Bayu yang awalnya bersumber pada melalui sumsum tulang dimana dinilai tidak sebaik sumber Stem Cell dari tali pusat, hal ini dikarena usia Stem Cell pada tali pusat tersebut masih dalam rentang usia yang baik.
Dijelaskan pula beberapa tipe stem cell, diantaranya adalah Mesenchymal Stem Cell, Hematopoietic Stem Cells, Endothelial Progenitor Cell, dan Very Small Embrionic-like Stem cell yang memiliki kekhasan dalam diferensiasi dan lokasi tertentu.
Penjelasan mengenai sifat dan manfaat dari Stem Cell ini mengantarkan kepada hasil riset seorang peneliti dari amerika, Caplan, tahun 2012 menemukan bawa MSC tidak dapat berdiferensiasi namun bekerja seperti drug store terutama pada jaringan keadaan inflamasi sehingga penggunaan MSC sebagai Mesenchymal Stem Cell tidak lagi tepat dan diambil MSC sebagai kepanjangan dari Medicinal Signaling Cell yang berpotensi untuk digunakan pada terapi untuk pasien COVID19.
“Saat ini uji klinis yg membutuhkan banyak waktu sehingga tenaga medis masih berpacu dengan waktu, beberapa Rumah Sakit seperti RSCM dan RS dr soetomo serta ada perusahaan dari Korea Selatan sedang melakukan uji klinis pada pasien COVID-19 walau belum keluar hasil akhirnya. Namun secara sifat dan kemampuan serta mekanisme kerja MSC berpotensi untuk digunakan pada terapi untuk pasien COVID19.” Tegas Bayu. (Red. Penulis/Rey,Mia, Restu, Editor/NW)
No comments:
Post a Comment